Nabi Hud (BerdakwahTanpa Meminta Upah)
Adalah bapak dari suatu kaum yang hidup di jazirah Arab. Tepatnya,
di daerah Al-Ahqaf. Daerah ini terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan
Oman. Mereka tinggal di tenda-tenda yang memiliki tiang-tiang yang besar. Kaum
‘Ad memiliki otot yang kekar. Tubuh mereka tinggi besar. Mereka hidup makmur.
Mereka tinggal di daerah yang subur. Sumber-sumber air mengalir di banyak
tempat. Keadaan ini sangat memudahkan mereka untuk bercocok tanam. Bidang
pertanian mereka pun berkembang pesat.
Perkampungan kaum ‘Ad sangat indah. Kebun-kebun terhampar luas.
Taman-taman menghijau indah. Tak ada kekurangan sandang, pangan, dan papan.
Tidak mengherankan pertumbuhan penduduk kaum ‘Ad sangat pesat. Mereka menjadi
suku terbesar. Jumlah mereka jauh melampaui suku-suku yang ada di sekitarnya. Kehidupan
kaum ‘Ad sangat makmur dan sejahtera. Perekonomian berkembang pesat.
Gedung-gedung berdiri megah. Sayangnya, mereka hidup bermewah-mewah. Tiada hari
tanpa berfoya-foya. Kekayaan menjadi kesombongan. Harta menjadi tujuan. Uang
menjadi kebanggaan. Apapun dilakukan demi uang.
Kekayaan membuat mereka lupa daratan. Mereka lupa akan Sang
Pencipta. Padahal, Dialah yang telah memberi mereka kesejahteraan. Mereka abaikan
tugas utama di dunia, yaitu beribadah kepada-Nya. Ada sebagian kaum ‘Ad yang
sadar akan semua itu. Namun, mereka salah menempuh jalan. Mereka tidak beribadah
kepada Allah Yang Maha Esa. Mereka malah membuat patung-patung. Patung-patung
inilah yang kemudian mereka sembah.
Kaum ‘Ad adalah kaum yang pertama menyembah berhala setelah badai
meluluhlantakkan kaum Nuh. Patung-patung itu piberi nama. Ada nama Shada, Shamup,
Al-Haba, dan sebagainya. Singkatnya, kaum ‘Ad telah menjadi budak. Keadaan mi
membuat mereka tak bisa tenang. Kehidupan mereka semakin kacau. Akhlak sama
sekali dikesampingkan. Kekayaan pan kekuatan justru semakm berperan.
Kesewenang-wenangan di masyarakat kian merajalela. Kesombongan, kedengkian,
kebencian, dendam kesumat semakin subur. Tidak Ada lagi kasih sayang,
kejujuran, amanat, dan kerendahhatian.
Ø
Berdakwah Tanpa Meminta Upah
Bisa saja Allah menghancurkan kaum ‘Ad seketika. Mereka .sudah jauh
menyimpang. Namun, Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kasih sayangnya jauh
melampaui murka-Nya. Kemudian, Allah mengutus .seorang nabi. Tugas utama sang
nabi tak jauh berbeda. Menyampaikan ajaran tauhid, mencontohkan ibadah yang
benar, dan meluruskan akhlak kaum (Ad.ltulah jalan yang lurus. Sang nabi
berasal dari kaum ‘Ad sendiri. dialah Hud. Nasabnya bersambung ke Sam, putra
Nuh.
Sejak kecil, Hud .sudah dikenal berakhlak baik. la memiliki perilaku
yang santun dan akhlak yang luhur. Orang-orang senang bergaul dengannya. Wajar,
kalau teman-temannya banyak. Negeri kaum ‘Ad memang subur. Kesuburan membawa
kemakmuran. Sayangnya, kemakmuran tidak membuat kaum ‘Ad bersyukur. Padahal,
kesuburan ini merupakan anugerah Allah. Air mengalir, pohon-pohon berderet, dan
gunung-gunung menjulang. demikian indah pemandangan negeri kaum (Ad. lnilah
yang kemudian menjadi saran dakwah Hud.
Hud mulai berpakwah. disampaikannya bahwa Allah Adalah Sang Pencipta.
Alam mi piciptakan pan piatur oleh-Nya. Manusia hanya bisa menggunakan.ltu
sebabnya, segala kenikmatan di alam ini merupakan anugerah-Nya. Sudah
sepatutnya, kaum ‘Ad bersyukur. Hanya kepada Allah seharusnya mereka beribadah.
Bukan malah menyembah patung-patung. Patung-patung ini tidak bisa menciptakan.
Bahkan, patung-patung itulah yang diciptakan oleh mereka. Jadi, mestinya
manusia yang menciptakan itu lebih mulia ketimbang patung-patung yang
diciptakan. Tidak semestinya manusia yang lebih mulia itu merendahkan diri di
depan patung-patung yang tak berdaya. Nabi Hud memperkenalkan diri bahwa ia
adalah rasul Allah. la mengemban tugas untuk membimbing kaum ‘Ad ke jalan yang
lurus Kaum ‘Ad semestinya beriman kepada Allah Allah. yang menghidupkan dan
mematikan mereka Allah yang memberi mereka kemakmuran.
Ditegaskan bahwa ia tidak mengharapkan upah. Dakwah dilakukan semata-mata
karena Allah. ia hanya menjalankan perintah-Nya Tugasnya ialah memberi
peringatan dan kabar gembira Peringatan, jangan sampai kaum ‘Ad mendapat azab
Allah, baik di dunia maupun di akhirat Dan kabar gembira bagi siapa pun yang
menuruti ajakannya.
Jangan sampai kaum ‘Ad ditimpa azab Kebinasaan kaum Nuh seharusnya
dijadikan pelajaran. Allah menenggelamkan kaum Nuh dengan air bah Pasalnya, kaum
Nuh durhaka kepada Allah mereka menolak seruan Nabi Nuh mereka bersikukuh dalam
kesesatan.
Ø Ibadah
Kadangkala ketika kita lelah menghadapi aneka masalah hidup di
dunia, kita sering bertanya, “sesungguhnya apakah tujuan kita dihidupkan?”
Bahkan tidak jarang orang-orang yang menderita penyakit parah berkepanjangan
juga melontarkan pertanyaan serupa. Namun pertanyaan tersebut di luar dugaan
pernah terlontar pula dari seseorang yang kaya raya. Padahal uangnya melimpah
dan setiap hari berfoya-foya. Tetapi ternyata rutinitas yang menggembirakan itu
membuatnya berkalang jenuh. Pada batas
kesadarannya ia pun mengajukan pertanyaan yang sama.
Akan tetapi bagi orang yang beriman, dalam keadaan bagaimana pun, tujuan
hidupnya sangatlah jelas yaitu untuk beribadah.
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz Zariyat: 56) ” … oleh sebab itu sembahlah Dia dan teguhlah untuk
menyembah-Nya.” (QS. Maryam: 65).
Jika miskin ia akan berusaha
sekuat tenaga mencari nafkah, karena bekerja itu ibadah. Apabila kaya-raya, ia
juga bisa memanfaatkan harta tersebut untuk beribadah kepada Allah SWT dengan
meringankan beban fakir miskin dan anak-anak yatim.
Sekalipun beribadah itu tujuan hidup kita, namun janganlah
berlebihan. Abdullah ibnu ‘Amr ra. mengungkapkan, bahwa Nabi saw. bertanya
kepadanya, “Aku telah mendengar berita bahwa engkau senantiasa sholat
sepanjang malam, dan selalu berpuasa di siang harinya.“Abdullah ibnu ‘Amr
menjawab, “Ya aku mengerjakan hal tersebut.” Lalu Rosulullah saw.
bersabda, “Sungguh jika engkau mengerjakan hal itu niscaya matamu mengantuk
dan tubuhmu lemah. Sungguh engkau berkewajiban memenuhi hak tubuhmu dan
keluargamu, karena itu berpuasalah dan berbukalah. Sholatlah dan tidurlah“.
(HR Syaikhon)
Aisyah ra. menuturkan, bahwa Nabi saw. datang untuk menggilirinya.
Pada saat itu Aisyah sedang bersama seorang wanita. Nabi saw. bertanya, “Siapakah
wanita ini?” Aisyah menuturkan, “Ya Rosulullah, dia adalah penduduk
Madinah yang paling banyak ibadahnya. Dia tidak pernah tidur malam.” Nabi
Muhammad Rosulullah saw. bersabda, “Kerjakanlah ibadah menurut kemampuan
kalian. Demi Allah, Dia tidak akan bosan sehingga kalian sendirilah yang bosan.
Amal ibadah yang paling disukai oleh Allah SWT adalah yang dikerjakan secara
terus-menerus“. (HR Lima Ahli Hadits kecuali Tirmidzi).
Kedua hadits di atas menegaskan bahwa kita tidak diperbolehkan
ibadah secara berlebihan hingga tidak tidur malam. Sebab ibadah yang paling
disukai Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus (rutin/berkelanjutan)
walaupun sedikit. Misalnya sholat dhuha cukup dua rokaat saja, namun dilakukan setiap
hari. Atau sholat tahajud sebanyak dua rokaat saja, tetapi dilakukan setiap
malam. Demikian juga dengan ibadah membaca Al Qur-an harus dilakukan secara
rutin setiap hari, walaupun yang dibaca hanya satu ‘ain (ruku’). Hal itu
ditegaskan dalam hadits berikut ini. Aisyah mengemukakan, Rosulullah saw.
pernah ditanya (oleh seseorang), “Amal apakah yang paling disukai oleh
Allah?” Lalu Rosulullah saw. menjawab, “Yang terus menerus dilakukan sekalipun
sedikit.” (HR Syaikhon d Tirmidzi).
Ø Makna Ibadah
Apakah ibadah itu? Ditinjau dari segi bahasa, ibadah memiliki arti
taat atau patuh atau menurut. Para ahli tauhid mengartikan ibadah dengan
meng-Esakan Allah serta menundukkan diri dan jiwa kita kepada-Nya. Makna ini
didasarkan pada ayat, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.” (QS. An Nisa’: 36). Namun
ibadah, menurut Ahli fiqih, adalah apa yang kita kerjakan untuk meraih
keridhoan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat kelak.
Agar ibadah kita itu mendapatkan ridho dari Allah SWT, maka ada dua
syarat yang harus dipenuhi.
1. Sah.
Maksudnya perbuatan ibadah (misalnya sholat atau puasa atau haji yang kita
kerjakan) tersebut harus sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
2. Ikhlas,
yakni mengerjakannya semata-mata karena Alllah. Bukan karena mengharap dipuji
oleh sesama manusia. Katakanlah (Hai Muhammad), “Sesungguhnya aku
diperintahkan agar menyembah Allah dan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam
(menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang
pertama-tama berserah diri.” (QS. Az Zumar: 11-12).
Ø Macam-macam Ibadah
Praktek ibadah
sangatlah beragam, tergantung dari sudut mana kita meninjaunya.
1. Dilihat dari
segi umum dan khusus, maka ibadah dibagi dua macam:
a) Ibadah Khoshoh adalah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan
dalam nash (dalil/dasar hukum) yang jelas, yaitu sholat, zakat, puasa, dan
haji;
b) Ibadah Ammah adalah semua perilaku baik yang dilakukan
semata-mata karena Allah seperti bekerja, makan, minum, dan tidur sebab semua
itu untuk menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan jasmani supaya dapat
mengabdi kepada Allah SWT.
2. Ditinjau
dari kepentingan perseorangan atau masyarakat, ibadah ada dua macam:
a) ibadah wajib (fardhu) seperti sholat dan puasa;
b) ibadah ijtima’i, seperti zakat dan haji.
3. Dilihat dari
cara pelaksanaannya, ibadah dibagi menjadi tiga:
a) ibadah jasmaniyah dan ruhiyah (sholat dan puasa)
b) ibadah ruhiyah dan amaliyah (zakat)
c) ibadah jasmaniyah, ruhiyah, dan amaliyah (pergi haji)
4. Ditinjau
dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dibagi menjadi:
a) ibadah yang berupa pekerjaan tertentu dengan perkataan dan perbuatan,
seperti sholat, zakat,puasa, dan haji;
b) ibadah yang berupa ucapan, seperti membaca Qur’an, berdoa, dan
berdzikir;
c) ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya,
seperti membela diri, menolong orang lain, mengurus jenazah, dan jihad;
d) ibadah yang berupa menahan diri, seperti ihrom, berpuasa, dan
i’tikaf (duduk di masjid); dan
e) ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan
hutang, atau membebaskan hutang orang lain.
Apapun macam ibadah yang akan kita lakukan, yang pasti selalu menghadapi
godaan baik yang berasal dari hawa nafsu kita sendiri maupun dari setan. Antara
lain: perasaan malas yang luar biasa. Selain itu yang lebih penting untuk
diingat adalah, janganlah sekali-kali kita menghalangi orang lain untuk beribadah.
Sebab ancaman hukumannya dari Allah SWT luar biasa pedihnya. Orang yang
menghalangi orang beribadah mendapat siksaan dunia akhirat.
“Dan siapakah yang lebih
aniaya (selain) dari orang-orang yang menghalangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid
dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu fidak sepatutnya masuk ke dalamnya
(masjid Allah), kecuali dengan rasa takut. Mereka di dunia mendapat kehinaan
dan di akhirat mendapat azab yang besar.” (QS. Al Baqarah: 114).
No comments:
Post a Comment